DEMOKRASI BERSIH TANPA HUJATAN

Avatar

Oleh: Muhammad Muhyi

Bicara demokrasi tak pernah usai, terlebih memasuki tahun politik yang kian hari mulai terlihat baik di medsos maupun kumpulan-kumpulan kecil di warung kopi. Mulai dari penikmat sampai dengan pengamat mulai bermunculan meramaikan obrolan tahun politik. Hingga tak jarang saling hujat dan merendahkan sesama anak bangsa yang notabenenya memiliki keinginan untuk berkontribusi dalam proses demokrasi.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis bermaksud menguraikan hasil pemikiran yang dapat dinikmati khalayak tentang demokrasi yang kerap mengisi perbincangan di pelbagai tempat atau pun ruang berkumpul.

Demokrasi Bersih

Sebagai bangsa yang sudah lama merdeka tentu kematangan sikap dan tindakan sudah sepatutnya mengisi setiap warga negara Indonesia dalam menjaga nilai dan norma-norma yang berlaku. Terlebih dalam gelaran pesta demokrasi yang dilaksanakan rutin 5 tahun pasca reformasi 1998.

Bila ditelisik lebih dalam, Demokrasi Indonesia sudah mengalami beberapa kali perubahan sejak Indonesia menetapkan Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah bangsa. Perpecahan dan perselisihan tak akan terhindarkan, bila tak ada yang mau mengalah untuk menahan diri atau pun melakukan tindakan provokatif.

Hingga Pancasila dapat diterima oleh semua pihak dengan satu kata mendasar pada sila pertama yang berubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” peristiwa itu kita kenal dengan “piagam Jakarta” kiranya dapat menjadi rujukan dalam berkontribusi terhadap kemajuan bangsa dan negara.

Sebagaimana banyak peristiwa yang membuat Indonesia semakin matang dalam kemajuan demokrasi, teranyar ialah peristiwa reformasi 1998 yang membuat seluruh mahasiswa dari berbagai daerah bergerak untuk menumbangkan rezim orba dengan satu tujuan yakni pergantian presiden yang sudah berkuasa selama 32 tahun namun kemakmuran tidak dirasakan seluruh wilayah NKRI.

Sehingga pemilihan presiden pun dipercepat pada tahun 1999 dan pada tahun itu pula terjadi amandemen dari perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang dibatasi hanya 2 periode. Selain itu, kebebasan berpendapat dimuka umum yang semula tak bisa dengan bebas menyampaikan kritik kepada pemerintah menjadi terbukanya informasi yang luas.

Sejak itu, perjalanan demokrasi Indonesia mulai bergerak menjadi lebih baik, dengan memunculkan berbagai opsi calon pemimpin yang diusulkan oleh masing-masing partai yang berada di parlemen. Kemudian, pada era Presiden Megawati pemilihan umum secara langsung yang mana masyarakat benar-benar menggunakan hak pilihnya dalam menentukan DPR,DPD,DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada tahun 2004.

SBY atau Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla merupakan hasil dari pemilihan presiden dan wakil presiden pertama yang rakyat Indonesia menggunakan hak pilihnya secara langsung di TPS. Namun, masih saja ada segelintir oknum yang menghalalkan segala cara melakukan tindakan yang dapat merusak tatanan demokrasi Indonesia dengan menggunakan Money Politics (politik transaksional) dan issue SARA yang menimbulkan perselisihan serta hujatan sesame anak bangsa.

Pesta Demokrasi Tanpa Hujatan

Indonesia yang akan kembali melakukan pesta demokrasi di tahun 2024 tentu diharapkan dapat menjadi momentum Kebangkitan Nasional secara massif dalam melawan segala bentuk perpecahan dan hujatan yang akan timbul dari oknum-oknum yang tidak senang Indonesia melaksanakan pesta demokrasi dengan sejuk, aman, dan tenteram.

Sebab itu, ini menjadi pekerjaan rumah penyelenggara menunjukkan integritas dan kapabilitas bahwa dalam menjalankan tugas, pokok, fungsi, dan wewenang tanpa ada intervensi dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan untuk memenangkan salah satu kandidat/peserta dalam penyelenggaraan pesta demokrasi.

Selain itu, penyelenggara negara sudah mulai melakukan mitigasi kerawanan dan sosialisasi akan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam menyukseskan pesta demokrasi. Baik, dalam menentukan jadwal pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu yang merupakan tugas dari KPU, dan Bawaslu terus melakukan himbauan pengawasan yang intens dan massif bersama rakyat demi keterlibatan masyarakat yang lebih peduli terhadap proses demokrasi bangsa Indonesia.

Pada akhirnya, penulis berharap pesta demokrasi Indonesia pada tahun 2024 akan berjalan bersih tanpa harus ada hujatan dan kebencian yang menimbulkan perpecahan sebagaimana terjadi pada dua kali gelaran pemilu yang menimbulkan kelompok “cebong dan kampret”.

*Penulis merupakan Staf SDM dan Umum Bawaslu Provinsi Lampung*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Redaksi