Pungutan Biaya Program PTSL di Desa Kedaton Disoal Pospera Lampura

Avatar

Lampung Utara – Pemerintah pusat melalui keputusan bersama tiga mentri mencanangkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau akrab di sebut PTSL bertujuan agar masyarakat yang kurang mampu dapat memiliki sertifikat atau bukti sah kepemilikan tanah.

Namun kurang pahamnya warga Masyarakat akan besaran biaya dalam pengurusan sertifikat melalui program PTSL yang sebenarnya hanya dikenakan biaya Rp 200 ribu untuk zona lampung yang sesuai dengan SKB 3 Menteri menjadi kesempatan bagi oknum oknum yang tidak bertanggung jawab dalam mencari keuntungan.

Seperti yang terjadi baru-baru ini di Desa Kedaton Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung Utara, masyarakat pemohon pembuatan sertifikat tanah melalui program PTSL di bebankan biaya sebesar Rp.500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah) per sertifikat oleh pihak kelompok kerja masyarakat atau pokmas dan sudah jelas apa yang di lakukan oleh pokmas desa kedaton sudah melanggar keputusan bersama tiga mentri.

Melihat hal tersebut Ketua Dpc Popsera Kabupaten Lampung Utara Juaini Adami geram dan angkat bicara mengingat popsera adalah salah satu ormas yang mendukung penuh kebijakan Presiden Joko Widodo.

“Sudah sangat jelas keputusan bersama tiga mentri soal ptsl untuk zona lampung hanya di bebankan dua ratus ribu rupiah tapi kenapa masih ada saja oknum yang berani melanggar keputusan bersama tiga menteri tersebut,”tegas Juaini.

Tidak sampai di situ Juaini Adami mencoba untuk berkoordinasi ke pihak Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Lampung Utara dengan menghubungi kepala kantor pertanahan dan bagian yang membidangi hal tersebut melalui telpon seluler atau via pesan singkat whatsapp namun sangat di sayangkan pihak kantor pertanahan terkesan bungkam.

Dengan tidak adanya tanggapan dari pihak Pertanahan Lampung Utara, Juaini mencurigai adanya dugaan pungutan liar berjamaah didalam pembuatan sertifikat melalui program PTSL di Desa Kedaton Kecamatan Abung Tengah

Juaini Adami pun akan melaporkan dugaan tindak pidana pungutan liar tersebut ke aparat penegak hukum.

“Saya coba berkoordinasi dengan pihak pokmas dan kantor Pertanahan Lampung Utara namun sayangnya mereka tidak memberikan tanggapan sama sekali ada apa sebenarnya apa ada kongkolingkong antara pihak pokmas dan kantor pertanahan,” tutup Juaini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Redaksi