Mesuji – Kasus kekerasan terhadap tiga anak di bawah umur di Kabupaten Mesuji terus menuai sorotan publik. Setelah polisi menetapkan Seno sebagai tersangka dengan Nomor: LP/B/192/XI/2024/SPKT/RES MESUJI/POLDA LAMPUNG, fakta baru terkait intimidasi dan penyekapan terhadap korban kembali mencuat.
Seno dijerat dengan Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, sesuai Pasal 21 ayat (4) KUHAP, tersangka tidak ditahan karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun penjara.
Meski demikian, Ketua DPC Pospera Mesuji, Jepri, menilai sikap Seno dan keluarganya tidak mencerminkan kooperasi. Sebaliknya, mereka diduga melakukan berbagai upaya untuk menggugurkan tuduhan, termasuk intimidasi terhadap korban.
“Per hari ini, terjadi penyekapan terhadap dua anak korban kekerasan yang sebelumnya melaporkan Seno ke Polres Mesuji. Mereka dipaksa mengaku, sambil direkam, bahwa tidak pernah terjadi pemukulan. Tindakan ini jelas mencederai proses hukum,” ujar Jepri pada Sabtu (28/12/2024).
Kedua anak tersebut kini mengalami trauma mendalam. Salah satu korban mengungkapkan dengan bahasa Jawa bahwa dirinya dipaksa mengaku oleh seseorang bernama Om Kamsi. “Dipaksa ngaku kalau tidak pernah dipukuli,” ungkapnya sambil menangis.
Tidak Ada Respons dari Pihak Terkait
Jepri juga menyoroti kurangnya perhatian dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) serta pihak terkait lainnya, meski kuasa hukum korban, APS Law & Partners, telah melayangkan permohonan pendampingan sejak awal kasus ini mencuat.
“Kami berharap Kapolres Mesuji, AKBP M. Harris, memberikan atensi khusus atas kasus ini. Apabila terbukti ada unsur pidana baru seperti penyekapan atau intimidasi, kami mendesak agar segera ditindak tegas,” tutup Jepri.
Kasus ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi seluruh pihak untuk melindungi hak anak dan memastikan proses hukum berjalan adil tanpa tekanan. (Red)