Lampung Selatan – Diketahui bersama memasuki Tahun 2022 para politisi dari berbagai Partai Sedang mempersiapkan diri untuk membangun kekuatan politiknya baik secara jaringan, maupun tebar pesona mulai bergerilya terjun bebas ketengah masyarakat untuk mengambil simpatik masyarakat ,ya tentu bukan tanpa alasan sekiranya tahun 2022 ini mulai gencar bermanuver .
Dalam tahun politik seperti ini, kegiatan dukung mendukung menjadi simpatisan hingga anggota salah satu partai politik adalah hal yang lumrah dan biasa, tapi bagi beberapa profesi hal tersebut menjadi haram karena dilarang oleh aturan.
Sebut saja anggota TNI POLRI aktif dan Pegawi Negeri Sipil (PNS) bagi dua profesi diatas sanksi berat dapat dijatuhkan kepada mereka yang terbukti terlibat dalam politik praktis.
Namun, ternyata selain dua profesi diatas, profesi Kepala Desa, Perangkat Desa dan Anggota BPD juga merupakan profesi yang terlarang untuk terlibat dalam kegiatan Politik Praktis dalam PEMILU maupun PILKADA.
Setidaknya dua elemen yakni Forum Masyarakat Pengawal Demokrasi dan Barisan Anak Lampung Analitik Keadilan BALAK sangat Menyayangkan adanya temuan berdasarkan alat bukti dan petunjuk keterlibatan Muyoto yang saat ini adalah Ketua BPD Desa Rawa Selapan .
Saat di Temui di Kantor Forum Lampung Bergerak Idris Abung dan M.Fathir selaku Ketua Forum Masyarakat Pengawal Demokrasi menunjukkan beberapa alat Bukti Seperti Adanya SK Komposisi dan Personalia Pimpinan Kecamatan Partai Golkar Kecamatan Candipuro, SK Perangkat BPD Desa Rawa Selapan, dan Bukti Berita Pelantikan yang telah di Expose oleh Media Online.
Idris Abung mengatakan ” Hal ini benar benar sungguh luar biasa bagaimana tidak prilaku beberapa orang perangkat desa dalam hal ini BPD Desa Rawa Selapan telah mengantongi SK pengangkatan sebagai perangkat BPD yang di tanda tangani oleh Bupati Lampung Selatan ternyata pengurus Partai Golkar, ” paparnya.
Masih menurut Idris Abung, dirinya dan tim tidak habis pikir bagaimana seorang Muyoto yang Saat ini Notabene adalah Ketua BPD yang sebelumnya Anggota BPD bisa terlibat Pengurus Partai Golkar di posisi Ketua Kecamatan berdasarkan Alat petunjuk jelas dirinya telah dilantik dihalaman kediaman Wakil Ketua DPRD Lampung Selatan Agus Sutanto di perkuat adanya foto pelantikan.
“Artinya selama bertahun tahun muyoto tidak hanya menabrak aturan hukum tapi juga main kucing kucingan dengan pihak penyelenggara seperti BAWASLU, KPU dan pihak pemerintah daerah seperti PMD, dan Inspektorat yang lebih konyol SK pengangkatan Pengurus BPD itu kan yang menanda tangani Adalah Bupati Lampung Selatan,” jelasnya.
“Sehingga wajar jika kami menduga adanya sebuah kekuatan besar yang memback up Muyoto ini sebab hal tidak wajar ini sudah bertahun tahun,” tambah Idris Abung.
Senada, M. Fathir Selaku Kordinator Forum Masyarakat Kawal Demokrasi dengan tegas mengatakan wajar jika ada protes sebab hal ini telah di atur dalam Undang undang yang melarang adanya perangkat Desa atau BPD berpartai
Tentu larangan ini di khawatirkan akan menimbulkan polemik hingga adanya konflik interest antara Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD dengan masyarakat yang menimbulkan terganggunya pelayanan kepada masyarakat menjadi salah satu alasan mengapa Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD dilarang ikut terlibat dalam politik.
Larangan Badan Permusyawaratan Desa sebagai pengurus partai politik dan terlibat dalam kegiatan kampanye pemilihan umum maupun pilkada jelas disebutkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Dalam Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) nya kepala desa dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah. Sedangkan bagi perangkat desa larangan tersebut terdapat dalam UU Nomor 6 Tahun 2014.
Di pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa perangkat dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) nya disebutkan perangkat desa dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah ”
“Untuk BPD larangan terlibat menjadi pengurus partai politik terdapat dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 64 huruf (h). Selain dalam UU Nomor 6 tahun 2014, larangan Kepala Desa dan perangkat desa terlibat dalam kampanye juga terdapat dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tantang pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi undang-undang ” Tandas Fathir
Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Kepala Desa atau sebutan lain/lurah dan perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan.
Larangan perangkat desa dan BPD terlibat dalam politik praktis terdapat dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum. Dalam pasal 280 ayat (2) huruf (h), (i) dan (j) disebutkan Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan: Kepala Desa, Perangkat Desa dan anggota badan permusyawaratan desa.
Dalam ayat (3) nya disebutkan setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye pemilu Selanjutnya di pasal 282 UU Nomor 7 tahun 2017 disebutkan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.
Adapun Sanksi – sanksi yang bisa diberikan kepada perangkat desa dan BPD yang terlibat dalam politik praktis
Pertama UU Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 30 ayat (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administrative berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
Kedua Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Secara gamblang cukup jelas dalam UU Nomor 6 Tahun 2016 Pasal 188 Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Lebih tegas Fathir Mengatakan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 490 Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 494 Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
Berdasarkan penjelasan diatas, sudah sangat jelas bahwa Kepala Desa, perangkat desa dan BPD diharapkan dapat bersikap netral dan tidak memihak dalam setiap gelaran pemilu maupaun pemilukada. Tutup Fathir. (*)