Kejaksaan Negri Liwa Tuntut 8 Bulan Oknum ASN KDRT, Integritas JPU di Pertanyakan

Avatar

Lampung Barat – Tuntutan 8 Bulan penjara pelaku KDRT membuat publik tercengang, bagaimana tidak kekerasan fisik yang dialami korban yang menyebabkan sekujur tubuhnya Lebam-lebam, dan mengalami trauma berat dinilai mencederai rasa keadilan. integritas jaksa penuntut umum terkait kasus ini patut dipertanyakan.

Selain itu tersangka Arta Dinata seringkali membuat majelis hakim geram saat menjalani proses persidangan yang dianggap tidak pernah jujur.

Kuasa hukum korban NMS (33) Hilda Rina SH.,MH saat menggelar konferensi pers di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lampung Barat di Kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, Kamis (22/9/2022).

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan pihaknya merasa keberatan atas tuntutan 8 Bulan tersebut diantaranya kekerasan fisik yang di alami korban yang menyebabkan sekujur tubuhnya lebam-lebam, dan mengalami trauma berat.

“Hal tersebut di tunjukan dengan hasil Visum Et Revertum yang terlampir dalam berkas perkara, kemudian berdasarkan hasil asessment dari Psikiater yang di sediakan UPT PPA Provinsi Lampung bahwa
korban mengalami Trauma psikis yang cukup berat,” kata helda.

Menurutnya sebagai pihak kuasa hukum korban yang di tunjuk langsung oleh Dinas PPA Kabupaten Lampung Barat
Nomor : 476/174/III.07/2022 menyatakan bahwa perbuatan terdakwa adalah perbuatan yang sangat tidak manusiawi terhadap seorang istri.

“Apalagi perbuatan terdakwa dilakukan secara berkelanjutan mulai dari tahun 2019 sampai pada tahun 2022 dan antara keluarga terdakwa maupun terdakwa terhadap keluarga korban dan korban tidak ada perjanjian perdamaian sehingga tidak adil jika tuntutan hanya 8 bulan,” ujarnya.

Terdakwa juga selama menjalani proses persidangan selalu menunjukkan sikap tidak jujur bahkan merengkel membuat
majelis hakim geram sehingga tim kuasa hukum menilai secara tidak langsung terdakwa sudah tidak kooperatif dalam menjalani proses persidangan selama ini.

“Dan perkara pembanding kami dengan kasus yang sama adalah putusan No:96/Pid.B/2022/PN Liwa dengan terdakwa Roni Setiawan yang hanya menampar istrinya di tuntut JPU 2 tahun 6 bulan, sehingga sangat jauh sekali perbedaannya sehingga menimbulkan pertanyaan kami atas tuntutan 8 bulan tersebut,” tegasnya.

Sehingga dari beberapa poin tersebut diatas sama sekali tidak ada alasan memaafkan apalagi untuk
meringankan tuntutan terdakwa sehingga pihaknya selaku kuasa hukum yang di percaya oleh Dinas PPA Kabupaten Lampung Barat sangat keberatan.

“Kami akan segera membuat laporan dalam rangka menuntut keadilan yaitu dengan langkah-langkah menyurati Kejaksaan Agung RI dengan tembusan Menkumham dan Kejaksaan Tinggi Lampung, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak dengan tembusan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) dan Dinas PPA Provinsi Lampung, dan terakhir menyurati Mahkamah Agung RI,” jelasnya

Pihaknya berharap akan ada respon dari pemerintah terhadap upaya yang akan dilakukan oleh tim kuasa hukum untuk memberikan rasa keadilan bagi seluruh korban KDRT khususnya NMS (33) yang selama ini sudah sangat tersiksa atas perlakuan keji yang dilakukan oleh Arta Dinata selaku suami sekaligus oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lambar.

“Karena kami selaku kuasa hukum
korban patut mempertanyakan Integritas pihak jaksa penuntut umum dalam hal
mendukung program Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat dalam hal
perlindungan perempuan dan anak di Bumi Beguai jejama Sai Betik,” ujarnya

“Sesuai dengan azas Hukum Lex Specialis Derogat Lex Generalis, bahwa Undang-
undang khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum, maka kami menilai bahwa tuntutan jaksa tersebut tidak sesuai dengan Kaidah dan Norma
Hukum yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” pungkasnya. (Aldi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Redaksi